Tribrata24.online ROKAN HILIR — Jagat media sosial kembali dihebohkan dengan beredarnya sebuah video di platform TikTok yang menyoroti dugaan keterlibatan sejumlah pejabat di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Provinsi Riau, dalam kasus tindak pidana korupsi.
Informasi yang diperoleh pada Jumat (13/6/2025), dari salah satu akun TikTok, menyebutkan nama Rizal, yang diketahui merupakan sopir pribadi Kepala Dinas Pendidikan sebelum tertangkap, diduga menjadi kunci utama dalam aliran distribusi dana yang kini tengah diselidiki oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Rizal disebut telah dipanggil oleh pihak Kejati, namun beredar dugaan bahwa ia mendapat tekanan agar tidak mengungkap informasi mengenai arah aliran dana tersebut.
Tak hanya Rizal, nama Hasian Harahap juga turut disebut dalam pusaran kasus ini. Ia diduga menerima persentase dari setiap pengantaran dana kepada mantan Bupati Rokan Hilir. Kendati demikian, baik Rizal maupun Hasian Harahap hingga kini belum diperiksa secara intensif oleh Kejati, menimbulkan pertanyaan dari masyarakat dan para pemerhati dunia pendidikan.
Sementara itu, penolakan terhadap pengangkatan Hasian Harahap sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan juga disuarakan oleh sejumlah guru dan aktivis pendidikan. Mereka menyoroti rekam jejak Hasian yang pernah dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) karena diduga melanggar netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Hasian diduga ikut serta dalam kampanye mendukung calon petahana, padahal sebagai ASN, hal tersebut dilarang keras.
Tindakan menyembunyikan informasi atau menghalangi proses hukum dapat dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan:
“Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi, diancam pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000.”
Dugaan pelanggaran netralitas ASN merujuk pada Pasal 9 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang berbunyi:
“Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.”
Terkait tindak pidana korupsi, penyaluran dana tanpa kejelasan peruntukan dapat dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yakni:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”
Masyarakat mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini secara transparan dan tanpa pandang bulu. Mereka berharap Kejati Riau segera memberikan keterangan resmi terkait langkah-langkah yang akan diambil demi menjaga integritas penegakan hukum serta kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan.