Tribrata24.online Deli Serdang – Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh praktik pungutan liar yang terjadi di lingkungan MTS ( Madrasah Tsanawiyah ) yang beralamat Gg. Utama, Medan Sinembah, Kec. Tj. Morawa, Kabupaten Deli Serdang.
Terungkap adanya pungutan liar yang dialami wali murid bahwa siswa kelas XII Tahun Pelajaran 2024/2025 diwajibkan membayar
uang pendaftaran Laki-Laki sebesar Rp.800 ribu Permpuan Rp.600 ribu dan di kutip oleh uang kominte Rp.300,LKS,seragam sekolah
Senilai Rp.150,atribut sekolah sebesar Rp.100, Minggu,4 Mei 2025.
Salah seorang wali murid berinisial F mengaku harus mencari pinjaman demi anaknya pendaftaran anaknya yang ditentukan pihak sekolah agar dapat masuk di sekolah tersebut.
Hal ini menjad sorotan awak media bahwa praktik pungutan ini melanggar peraturan, antara lain:
* Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang melarang komite menarik pungutan wajib dari peserta didik atau orang tua;
* PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 181, yang menyebutkan bahwa satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah tidak boleh memungut biaya dari peserta didik, kecuali ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Yang lebih memprihatinkan, praktik pungutan ini bukan yang pertama. Beberapa wali murid menyebut bahwa pungutan berkedok “uang komite” juga telah lama berjalan secara rutin di MTS 1 Tanjung Morawa, dengan besaran yang tidak transparan dan tanpa pertanggungjawaban terbuka.Mereka menilai, kepala sekolah Dokter sarifudin tidak bisa lepas dari tanggung jawab, karena seolah memberikan ruang bagi komite untuk melanggengkan kebijakan yang menyimpang dari aturan.
Terpisah prihal tersebut F juga menyampaikan setiap murid wajib membayar uang wisuda dengan nominal besar.
” Kami bang wali murid semua merasa tertekan atas kewajiban yang di berikan pihak sekolah dan sangat memberat kan dengan uang wisuda yang di haruskan untuk perpisahan, sementara untuk membayar nya kami harus cari pinjaman agar anak kami dapat ikut perpisahan sekolah,”ujarnya.
Tak hanya F saja selaku wali murid yang keberatan atas pungutan tersebut, salah satu wali murid kelas 96 yang tidak ingin namanya di sebut kan dari sekian banyak siswa yang mempertanyakan kebijakan tersebut. Ia mengungkapkan bahwa pungutan yang diberlakukan sekolah terasa membebani, terutama bagi siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu.
“Kami ingin tahu dengan jelas uang ini untuk apa, karena setiap bulan kami harus membayar, tetapi tidak ada penjelasan rinci dari sekolah,” ujarnya saat ditemui wartawan di kediaman nya baru-baru ini.
Orang tua siswa yang enggan disebutkan namanya juga mengaku resah dengan kebijakan tersebut. Menurutnya, tidak ada sosialisasi yang jelas mengenai alasan di balik pungutan ini.
Kalau memang ada kejelasan bahwa biaya tersebut berdasarkan ketetapan undang-undang yang di tentukan, tentu kami tidak masalah. Tapi sampai sekarang tidak ada transparansi,lirihnya saat di temui wartawan di kediaman nya.