TRIBRATA24, TAKALAR, SULSEL – Sebuah kejadian yang memicu kecaman publik terjadi di RSUD Padjongan Daeng Alle, Takalar, setelah pihak rumah sakit menolak memberikan perawatan kepada seorang pasien yang membutuhkan pertolongan darurat. Kejadian ini menjadi viral setelah seorang wartawan merekam dan meliput peristiwa tersebut sebagai bentuk kontrol sosial. Namun, tak disangka, RSUD Padjongan Daeng Alle justru menyalahkan wartawan yang meliput kejadian tersebut.
Menurut keterangan keluarga korban, pada malam itu mereka membawa seorang pasien yang dalam kondisi kritis ke RSUD Padjongan Daeng Alle, namun permohonan mereka untuk mendapatkan perawatan segera ditolak dengan alasan tempat tidur penuh. Meskipun pasien menunjukkan gejala kritis seperti kejang-kejang, pihak rumah sakit tetap tidak memberikan penanganan medis.
Wartawan yang hadir di lokasi mencoba merekam kejadian tersebut untuk memberitakan kepada publik tentang penolakan terhadap pasien yang membutuhkan perawatan medis. Namun, RSUD Padjongan Daeng Alle tidak hanya menolak memberikan pelayanan, tetapi juga menyalahkan wartawan yang sedang melaksanakan tugas jurnalistik sesuai dengan kode etik yang berlaku.
Lebih parahnya lagi, salah satu media online justru berpihak kepada RSUD. Tindakan media online tersebut bisa dikatakan sebagai media “abal-abal” karena tidak mengerti UU PERS.
Hal ini mengundang reaksi keras dari kalangan jurnalis dan masyarakat yang merasa bahwa media memiliki peran penting sebagai kontrol sosial terhadap berbagai kebijakan dan kejadian yang terjadi di masyarakat.
Sejumlah pihak mengkritik keras sikap RSUD Padjongan Daeng Alle yang dinilai tidak profesional dalam menangani pasien yang membutuhkan pertolongan medis. Mereka juga menyesalkan bahwa alih-alih berfokus pada upaya memberikan perawatan kepada pasien, pihak rumah sakit malah menyalahkan wartawan yang hanya menjalankan tugas untuk memberi informasi kepada publik.
Pihak rumah sakit, seharusnya memberikan penanganan yang profesional sesuai dengan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai penyedia layanan kesehatan, dan tidak semestinya melibatkan media dalam masalah internal rumah sakit. Media memiliki hak dan kewajiban untuk memberitakan kejadian-kejadian yang terjadi di masyarakat, termasuk dalam bidang kesehatan, sebagai bagian dari transparansi dan akuntabilitas publik.
Bagi banyak orang, kejadian ini menjadi pelajaran penting tentang perlunya keterbukaan dan profesionalisme dalam pelayanan publik. Media dan wartawan memiliki peran yang sangat penting dalam mengawal dan mengkritisi pelayanan publik yang tidak berjalan dengan baik, demi kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Semoga kejadian ini menjadi bahan evaluasi bagi pihak rumah sakit dan instansi terkait untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan menghindari adanya penolakan terhadap pasien yang membutuhkan pertolongan medis segera.